Manajemen laba didefinisikan sebagai usaha
manajer untuk melakukan manipulasi laporan keuangan dengan sengaja dalam
batasan yang dibolehkan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang bertujuan untuk
memberikan informasi yang menyesatkan kepada para pengguna laporan keuangan
untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Schipper dalam Widodo Lo (2005)
mendefinisikan manajemen laba sebagai intervensi atau campur tangan dengan
maksud tertentu terhadap proses penyusunan pelaporan keuangan eksternal dengan
tujuan untuk memaksimalkan keuntungan pribadi. Definisi tersebut mengartikan
bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk
memaksimumkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih
metode atau kebijakan akuntansi tertentu untuk menaikkan laba atau menurunkan
laba. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode-periode yang
akan datang ke periode kini dan manajer dapat menurunkan laba dengan menggeser
laba periode kini ke periode-periode berikutnya.
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan permainan manajerial untuk
memanipulasi laporan keuangan dengan mengatur besar kecilnya laba perusahaan
demi kepentingan pribadi. Sementara itu Davin (2005) menyebutkan bahwa terdapat
tujuh permainan manajerial untuk memanipulasi laporan keuangan yaitu dengan
jalan mencatat pendapatan terlalu cepat, mencatat pendapatan palsu, mengakui
pendapatan lebih cepat satu periode, mengakui biaya periode berjalan menjadi
biaya periode sebelum atau sesudahnya, tidak mengungkapkan semua kewajibannya,
mengakui pendapatan periode berjalan menjadi pendapatan periode sebelumnya dan
mengakui pendapatan masa depan menjadi pendapatan periode berjalan.
Manajemen laba memiliki pola-pola tertentu di
dalam prakteknya. Menurut Scott (2003) manajemen laba dilakukan dengan pola
sebagai berikut :
·
Taking
a bath
Pola manajemen laba yang melaporkan laba pada
periode berjalan dengan nilai yang sangat rendah atau sangat tinggi.
·
Income
minimization
Pola manajemen ini seperti taking a
bath tapi tidak se-ekstrim pola taking a bath. Menjadikan laba di
periode berjalan lebih rendah dari pada laba sesungguhnya.
·
Income
maximization
Pola manajemen laba ini berkebalikan dengan
income minimization. Melaporkan laba lebih tinggi dari pada laba sesungguhnya.
·
Income
smoothing
Pola manajemen laba yang paling menarik yaitu
dengan cara melaporkan tingkatan laba yang cenderung berfluktualisasi yang
normal pada periode-periode tertentu.
Mengapa
Manajemen Laba Dilakukan
Beberapa penelitian lain juga menjelaskan
motivasi dalam melakukan manajemen laba diantaranya adalah motivasi pasar modal
karena adanya insentif bagi manajer untuk memanipulasi laba dengan tujuan
mempengaruhi kinerja harga saham dalam jangka pendek. Beberapa faktor yang
dapat memotivasi manajer melakukan manajemen laba (Scott: 2000), yaitu:
a. Rencana bonus (Bonus scheme)
Healy (1985) menunjukkan secara empiris bahwa
sebelum melakukan manajemen laba, manajer mempunyai informasi dari dalam
perusahaan atas laba bersih perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan
kecenderungan manajemen yang secara oportunistik mengelola laba bersih untuk
memaksimalkan bonus mereka berdasarkan program kompensasi perusahaan.
b. Kontrak utang jangka panjang (Debt
covenant)
Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi
perjanjian utang timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian utang
bertujuan melindungi peminjam terhadap tindakan manajer.
c. Motivasi politik
(Political motivation)
Perusahaan besar yang aktivitasnya
berhubungan dengan publik atau perusahaan yang bergerak dalam industri
strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untuk diawasi. Perusahaan
seperti ini cenderung untuk mengelola labanya.
d. Motivasi perpajakan (Taxation
motivation)
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi
manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung
untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan
kena pajak
Asimetri
Informasi
Informasi akuntansi yang berkualitas berguna
bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi timbul
ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Ketika timbul asimetri informasi, keputusan ungkapan yang dibuat oleh manajer
dapat mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara investor yang
lebih terinformasi dan investor kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi
dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham
perusahaan (Komalasari, (2000) dalam Siti, (2004).
Dari teori yang diungkapkan diatas dapat
disimpulkan bahwa asimetris informasi merupakan sebuah konsep yang paling
penting dalam teori akuntansi keuangan. Karena hal ini berhubungan dengan
keputusan investasi yang dilakukan oleh investor, karena dengan adanya
asimetris informasi mengakibatkan investor memiliki informasi yang berbeda.
Contohnya saat salah satu investor memiliki informasi yang lebih sedikit maka
dia kekurangan informasi sehingga mempengaruhi keputusan investasi yang akan
diambilnya dan sebaliknya saat dia memiliki informasi yang lebih banyak dia
bisa memutuskan investasi yang menguntungkan baginya. Oleh karena itu adanya
perbedaan informasi yang diperoleh dapat merugikan investor. Manajer sebagai
pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek
perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham).
Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik.
Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi
seperti laporan keuangan. Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh
berbagai pihak, termasuk manajemen perusahaan itu sendiri. Namun yang paling
berkepentingan dengan laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna
eksternal (diluar manajemen). Laporan keuangan tersebut penting bagi para
pengguna eksternal terutama sekali karena kelompok ini berada dalam kondisi
yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002). Para pengguna internal (para
manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahannya dan
mengetahui peristiwa-peristiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat
ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna
eksternal.
Situasi
ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetris
informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia
informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham danstakeholder pada
umumnya sebagai pengguna informasi (user). Asimetri informasi
merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek
perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Ada dua tipe
asimetri informasi (Rahmawati dkk, 2007), yaitu:
1) Adverse Selection
Adverse selection adalah jenis asimetri
informasi dimana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan
melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki
informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi
karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan pihak dalam (insiders)
lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek masa depan suatu perusahaan
dari pada investor luar.
2) Moral Hazard
Moral hazard adalah jenis asimetri
informasi dimana suatu pihak atau lebih yang melangsungkan suatu transaksi
usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka
dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedang pihak-pihak lain
tidak. Moral hazard dapat terjadi karena pemisahan pemilikan dengan
pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.
Hubungan
Antara Asimetris informasi dengan Manajemen Laba
Schift dan Lewin (1970) dalam Hartono dan
Riyanto (1997), menyatakan bahwa agent berada posisi yang mempunyai
lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan
secara keseluruhan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga
dalam kondisi semacam ini principal seringkali pada posisi yang tidak
diuntungkan.
Dalam penyajian informasi akuntansi,
khususnya penyusunan laporan keuangan, agent juga memiliki informasi
yang asimetri sehingga dapat lebih fleksibel mempengaruhi pelaporan keuangan
untuk memaksimalkan kepentingannya. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai laporan
keuangan dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI,
2002). Namun karena adanya kondisi yang asimetri, maka agent dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan
cara melakukan manajemen laba.
Teori
Keagenan
Masalah agensi telah menarik perhatian yang
sangat besar dari para peneliti di bidang akuntansi keuangan (Fuad, 2005).
Masalah agensi timbul karena adanya konflik kepentingan
antara shareholder dan manajer, karena tidak bertemunya utilitas yang
maksimal antara mereka. Sebagai agent, manajer secara moral
bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal),
namun disisi yang lain manajer juga mempunyai kepentingan memaksimumkan
kesejahteraan mereka. Sehingga ada kemungkinan
besar agent tidak selalu bertindak demi kepentingan
terbaik principal (Jensen dan Meckling, 1976).
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu
versi dari game theory(Mursalim, 2005), yang membuat suatu model
kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak
disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision makingkepada agent, hal ini dapat
pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah
kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak
kerja yang telah disepakati. Wewenang dan
tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak
kerja atas persetujuan bersama. Asimetri antara manajemen (agent) dengan
pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak
oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Dalam hal pelaporan keuangan,
manajer dapat melakukan manajemen laba (earnings management) untuk menyesatkan
pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
Praktik manajemen laba hanya dapat dilakukan
oleh manajer yang dapat mengobservasi laba ekonomi perusahaan untuk setiap
periode. Sebaliknya, pihak lain mungkin dapat menarik kesimpulan sesuatu
mengenai laba ekonomi dari laba yang dilaporkan oleh perusahaan, sebagaimana
yang diungkapkan oleh manajer. Informasi akuntansi yang berkualitas berguna
bagi investor untuk menurunkan asimetri informasi. Asimetri informasi timbul
ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa depan dibandingkan pemegang saham dan stakeholder lainnya.
Ketika timbul asimetri informasi, keputusan ungkapan yang dibuat oleh manajer
dapat mempengaruhi harga saham sebab asimetri informasi antara investor yang
lebih terinformasi dan investor kurang terinformasi menimbulkan biaya transaksi
dan mengurangi likuiditas yang diharapkan dalam pasar untuk saham-saham
perusahaan (Komalasari, (2000) dalam Siti, (2004).
Referensi:
http://meteoridindonesia.blogspot.com/2011/09/pengaruh-manajemen-laba-dan-asimetri_27.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar